Senin, 17 Juni 2013

Sampah pun berbuah uang


Ketika berbicara soal lingkungan tidak bisa lepas dari yang namanya sampah, sejauh ini sampah memang menjadi kendala yang belum ditemukan solusinya. Padahal kalo kita telaah lebih jauh lagi, banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil dari sampah itu sendiri. Hanya saja mungkin tidak semua masyarakat berfikir sejauh itu. Manfaat apa sajakah yang bisa kita ambil dari sampah??

Sampah pun barang yang bisa menghasilkan uang dan dapat dijadikan sebagai bisnis atau usaha, asalkan kita tau cara mengolahnya. Bagaimana cara mengolah sampah-sampah tersebut? Sebuah terobosan baru yang telah dilakukan oleh sekolompok masyarat dusun Bandegan, Bantul, DI Yogyakarta, dengan membuat "Bank Sampah", memang Bank yang satu ini terdengar sedikit aneh ditelinga kita, bagaimana tidak, sampah yang biasanya yang tidak ada gunanya dan dibuang begitu saja tetapi di Bank Sampah tidak demikian. Dengan adanya Bank Sampah di dusun tersebut, masyarakat dihimbau untuk menabung tetapi dalam bentuk sampah yang sudah dikelompokkan sesuai jenisnya. Masyarakat juga mendapatkan layanan layaknya nasabah bank, yakni medapatkan buku tabungan dan no rekening serta nominal rupiah yang tertera dalam buku tabungannya masing-masing sejumlah nilai sampah yang telah disetorkannya pada bank sampah.


Pengolahan Sampah dengan cara demikian dapat dijadikan sebagai lahan bisnis, atau lahan usaha, serta pilihan solusi yang tepat dan cerdas, karena tidak ada pihak yang merasa dirugikan, bahkan masyarakat kecilpun merasa diuntungkan dengan adanya bank sampah, lingkunganpun terselamatkan dari sampah, dan paling tidak masalah sampah yang membingungkan ada alternatif penyelesaiannya.

sumber : http://desxripsi.blogspot.com/2012/06/bank-sampah-bisa-dijadikan-lahan-bisnis.html#ixzz2Vuq1kwvwa

Selasa, 11 Juni 2013

Kisah Sukses, Anak Muda Bandung Ciptakan Usaha Kreatif


@IRNewscom I Bandung: IBUKOTA Jawa barat, Kota Bandung memang pantas mendapat julukan "Paris van Java". Julukan itu masih melengkat hingga sekarang. Selain keindahaan, warga kota ini saat ini amat kreatif. Bahkan kota ini menjadi barometer pertumbuhan industri kreatif nasional.

Bandung juga sekaligus menjadi pusat perkembangan mode, pusat kreasi seni dan budaya, pusat jajanan dan kuliner. Selain itu, juga menjadi tujuan wisata favorit masyarakat dari berbagai penjuru kota hingga negara tetangga Malaysia.

Salah satunya adalah bisnis kuliner yang menjamur hampir di setiap sudut kota. Mulai dari level kaki lima hingga rumah-rumah bergaya kolonial. Rumah bergaya arsitek zaman baheula itu, disulap menjadi kafe. Mereka memanjakan wisatawan dengan racikan kopi ditemani kudapan unik, kreatif dan khas.

Misalnya, cup cake, burger atau pencuci mulut ringan seperti puding dan es krim yang dikemas mengikuti selera pasar atau sedang "happening" istilah kerennya.

Bertumbuhnya kafe kelas menengah ke atas juga dibarengi dengan munculnya usaha-usaha kecil yang lahir dari ide-ide kreatif anak muda Kota Bandung.  Jadi jangan heran bila beberapa dari 10 pemenang Shell LiveWire Business Start-Up Awards (BSA) 2012 berasal dari kota berudara sejuk ini.

Sebanyak sepuluh anak muda berbakat, inovatif, dan kreatif, terpilih sebagai pemenang ajang untuk memacu wirausaha muda. Ajang ini, diikuti oleh 398 peserta dari berbagai kota di Pulau Jawa dan Bali dengan rentang usia antara 18-32 tahun.

Dua di antara wirasuaha muda asal Kota Bandung itu adalah Rinanda Halfi Muhamad. Dia berhasil  membuat produk "Blackburger Indonesia", yaitu roti burger berwarna hitam diracik dari bumbu sari ketan hitam. Sedangkan Rahadika Widya Nugraha dengan produk Coffee Combi, yakni kopi ala kafe yang dijajakan dengan menggunakan mobil VW combi.

Bagi Rinanda Halfi Muhamad, mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran tidak pernah terpikir sebelumnya bisa membuka bisnis seperti saat ini. Namun ia mengakui sejak kecil suka berorganisasi dengan mengikuti Pramuka dan paskibra, OSIS. Kemudian ketika kuliah bergabung di Himpunan Mahasiswa. Namun selain berorganisasi, Rinanda juga senang berjualan untuk menambah uang jajan.

"Waktu SMP saya berjualan pensil dan pulpen di kelas, SMA saya jualan pulsa untuk menambah uang jajan yang diberikan orang tua. Saat mahasiswa bisnis yang pertama dijajaki membuat online shop karena tidak membutuhkan modal besar", kisahnya.

Pada awal 2010, ia menjual kaos-kaos sepak bola dan bisa omzet yang diperoleh mencapai Rp3 juta sampai 10 juta per bulan. Setelah beberapa bulan Rinanda ketagihan mengembangkan bisnis online shop dengan menambah dua online shop yang menjual butik baju baju wanita dan celana jeans. Semuanya tanpa modal dan bisnis tersebut tidak diproduksi sendiri karena menjajakan barang orang lain.

Namun demikian Rinanda fokus pada startegi marketing sehingga konsumennya lebih beragam dari seluruh Indonesia mulai Aceh hingga Papua.
Rinanda tidak berhenti pada bisnis online shop, sebab jiwa bisnis yang dimiliki sejak kecil.
Inilah yang terus mendorongnya untuk mencari ide-ide kreatif sekaligus terbersit keinginan untuk membuat usaha yang bisa menampung banyak pegawai sehinggaa diputuskan untuk mengembangkan bisnis kuliner.

"Saya keliling kota Bandung untuk mencari inspirasi, dan mencari ide orisinil yang belum pernah ada sebelumnya tapi cocok di lidah konsumen. Akhirnya saya menemukan ide untuk membuat "Blackburger", makanan praktis mudah diproses dan disukai mahasiswa", ujarnya.

Selanjutnya, Rinanda mendapat ide untuk membuat ciri khas dari burger yang dibuatnya. Dia kemudian memilih warna hitam untuk roti yang membungkus daging burger-nya. Dia juga terus berupaya membuat racikan resep dan terus menerus mencari formula yang tepat untuk Blacburger-nya.

Untuk bahan dasar roti berwarana hitam, ia telah mencoba beberapa formula dengan bahan-bahan, antara lain kluwek, merang dan tinta cumi. Namun ternyata gagal, hingga akhirnya ia berhasil racikan formula dari sari ketan hitam. Sedangkan untuk adonan daging dibuat dengan ciri khas pedas langsung dalam racikan dagingnya sudah dimasukkan irisan cabe rawit.

Dalam tempo satu bulan sejak ide tersebut dilaksanakan, Rinanda sudah memulai promo melalui media jejaring sosial Twitter dan Facebook.

"Tujuannya ketika mulai membuka outlet, orang-orang sudah tahu akan ada kuliner unik Blackburger. Hasilnya sangat efektif sebab dalam waktu singkat outlet saya didatangi media elektronik dan media cetak nasional lain berdatangan untuk membuat liputannya. Promo marketing dengan budget minim, bahkan gratis, namun jualan secara bertahap mulai dikenal dan omzet penjualan terus meningkat," katanya.

Rinanda mengaku rata-rata setiap hari mampu menjual habis minimal 50 porsi sampai 80 porsi. Jika malam sabtu dan malam minggu penjualan bisa meningkat 2 kali lipat. Sedangkan harga yang ditawarkan cukup terjangkau mulai dari harga Rp5.000 sampai Rp22.000/porsi. "Walaupun harga kami murah dan tempat kami di pinggir jalan, tapi kami menggunakan bahan-bahan dengan kualitas no 1 untuk menarik konsumen," katanya.

Pada usia baru 22 tahun, Rinanda boleh bangga karena bisa memperkerjakan 12 karyawan baik untuk bisnis onlineshop maupun kuliner Blackburger.

Nikmatnya Kopi Jalanan Kopi sudah menjadi milik semua kalangan dari kelas bawah hingga kelas tinggi. Mulai sebutan warung atau kedai kopi hingga coffee shop hingga merek-merek waralaba asing yang mengikuti munculnya tempat minum kopi yang kini memenuhi setiap sudut kota besar.

Bahkan para penikmat kopi, ada yang membuat komunitas tersendiri. Ide kreatif datang dari Edwin Widya Perdana 26 tahun, pemuda asal Bogor namun mencoba peruntungan di kota kembang. Edwin dengan kejelian tersendiri berupaya membidik pasar mahasiswa dan anak-anak muda yang biasa memadati kota Bandung menjelang akhir pekan.

Berawal dari keinginannya untuk menjajakan kopi dan teh, ia mulai mencari usaha waralaba. "Sudah sempat cari semacam waralaba, tetapi akhirnya terpikir oleh saya untuk membuat usaha sendiri. Kalau hanya membuat kopi dan teh kan bisa buat sendiri," katanya.

Kemduian Edwin berupaya memunculkan suasana unik saat minum kopi di bawah rindangnya pepohonan dan semilir angin kota Bandung di kawasan kampus ITB, jalan Ganesha, tepatnya di depan Masjid Salman ITB.

Pria lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta membuat usaha kedai kopi berjalan dengan menggunakan mobil yang dinamakan Coffee Combi. Usaha kedai kopi berjalan ini belum ada di Indonesia. Baru ada di Australia dan Thailand.

Kendala muncul ketika ia akan memulai usaha kedai kopi sebab tempat-tempat strategis yang diincar untuk berjualan, justru menetapkan harga sewa yang mahal. Karena itu, dia memilih menggunakan mobil VW Combi untuk berjualan dengan alasan selain besar, mobil VW Combi harganya sangat terjangkau dengan modal yang dimilikinya saat itu.

Usaha kedai dimulai ketika Coffee Combi mengikuti business fair yang diselenggarakan Universitas Padjadjaran Bandung pada Desember 2011. Ratusan pengunjung memadati acara tersebut, terutama mahasiswa menjadi target penjualan yang kemudian memadati usahanya itu.

Selanjutnya Edwin mulai memasarkan usahanya lewat Twitter, @CoffeeCombi. Ia bahkan tidak menyangka tanggapan yang diberikan masyarakat terhadap usahanya begitu antusias.

Coffee Combi mengusung tagline "1st Coffee Shop Mobile in Bandung." Hal yang menarik dan yang menjadi kekuatan dari Coffee Combi adalah penggunaan mobil jenis VW Combi tahun 1973 yang dimodifikasi sedemikian rupa untuk menjadi display bar coffee shop-nya.

"Kami ingin menghadirkan suasana yang berbeda saat meminum kopi, karena jika kita ingin nongkrong bersama teman-teman sambil ngopi harus masuk ke kedai-kedai kopi di mal. Kini dengan Coffee Combi, mereka dapat merasakan kopi sensasi cafe di mana saja, bahkan di pinggir jalan," katanya.

Untuk urusan produk, Edwin mengaku tidak main-main, kopi yang dihasilkan merupakan kopi fresh yang dibuat dari biji kopi langsung dari mesin kopi di dalam VW Combi. Selain itu ada menu varian Ice Blend seperti Green Tea Matcha Frappe dan Oreo Ekspress yang menjadi favorit. Harga yang ditawarkan juga relatif murah jika dibandingkan coffee shop yang sudah ada.

Rinanda dan Edwin adalah potret dari ratusan anak muda di tanah Air yang memiliki kemauan keras untuk menciptakan lapangan pekerjaan sendiri.

Sebagai bagian dari finalis Shell LiveWire Business Start-Up Awards (BSA) 2012 yang kemudian terpilih di antara 10 pemenang lainnya, mereka adalah anak muda. Justru mereka kini makin piawai memadukan antara uang, sosial dan teknologi dalam usahanya sebagai wirausaha muda.

"Shell LiveWire Business Start-Up Awards (BSA) merupakan ajang tahunan dari PT Shell Indonesia berujuan dari program ini adalah memilih dan menjaring para wirausahawan muda pemula. Mereka diharapkan bisa menginspirasi anak muda lainnya, sekaligus memberikan banyak pencerahan kepada lingkungannya," kata Sri Wahyu Endah, External Communications & Social Performance Manager Shell Indonesia.

Ia menuturkan dunia kewirausahaan di Indonesia telah mengalami banyak perubahan. Saat ini banyak wirausaha termasuk anak muda yang mengelola bisnis. Tujuan mereka, bukan keuntungan semata, tapi juga menciptakan kemakmuran pada lingkungan sekitarnya.

"Menjadi wirausaha muda yang peduli kepada lingkungan sosial, sekaligus menggabungkan nilai ekonomi, inovasi, kualitas produk, kepemimpinan, serta memberikan pencerahan kepada lingkungan sekitarnya adalah salah satu pilihan bagi banyak anak muda kini," ujarnya.[ant]

sumber : http://indonesiarayanews.com/news/kronik/11-26-2012-22-14/inilah-kisah-sukses-anak-muda-bandung-ciptakan-usaha-kreatif

Bisnis Daur Ulang Sampah Elektronik Semakin Menjanjikan



Setiap tahun, 35 juta ton limbah elektronik diekspor ke China. Mereka memecah sampah dengan tangan kosong, para pekerja keracunan dan mencemari lingkungan. "Asap dari komputer terlalu kuat untuk pernapasan", keluh seorang pekerja di pembuangan sampah. "Saya merasa pusing dan tidak bisa melihat dengan jelas lagi". Banyak karyawan di pabrik pembuangan elektronik menderita penyakit pernapasan atau penyakit kulit. Mereka bekerja selama sepuluh jam sehari, tanpa perlindungan dari bahan kimia berbahaya.

"Limbah elektronik" dapat didefinisikan sebagai semua komputer bekas, perangkat elektronik, ponsel, dan barang-barang lain seperti televisi dan kulkas, apakah dijual, disumbangkan, atau dibuang oleh pemilik aslinya. Definisi ini mencakup elektronik yang dimaksudkan untuk digunakan kembali, dijual kembali, penyelamatan, daur ulang, atau pembuangan. Istilah lain untuk limbah elektronik adalah e-waste, e-scrap, atau Limbah Peralatan Listrik dan Elektronik (Waste Electrical and Electronic Equipment (WEEE)) .

Teknologi yang berkembang pesat, initial cost yang rendah, dan planned obsolescence telah menghasilkan surplus limbah elektronik di seluruh dunia. Dave Kruch, CEO Cas For Laptop, menganggap limbah elektronik sebagai masalah "yang berkembang pesat". Solusi teknis sudah tersedia, tetapi dalam banyak kasus kerangka hukum, suatu sistem birokrasi, logistik, dan layanan lainnya perlu dilaksanakan sebelum solusi teknis dapat diterapkan. Diperkirakan 50 juta ton E-waste dihasilkan setiap Tahun. Amerika Serikat membuang 30 juta komputer setiap tahun dan 100 juta ponsel yang dijual di Eropa setiap tahun. Environmental Protection Agency memperkirakan bahwa hanya 15-20% dari e-waste didaur ulang, sisa elektronik ini langsung ke tempat pembuangan sampah dan insinerator.

Di Amerika Serikat, diperkirakan 70% dari logam berat di pembuangan sampah(landfill) berasal dari elektronik dibuang.Peningkatan peraturan limbah elektronik dan keprihatinan atas kerusakan lingkungan yang dapat dihasilkan dari limbah elektronik beracun telah menaikan biaya pembuangan. Peraturan tersebut menciptakan disinsentif ekonomi untuk menghilangkan residu sebelum ekspor. Kritik terhadap perdagangan elektronik digunakan untuk menjaga para pialang yang terlalu mudah menyebut diri mereka mendaur ulang untuk ekspor diskrining sampah elektronik ke negara-negara berkembang, seperti Cina, India dan bagian Afrika, sehingga menghindari biaya menghapus item seperti tabung sinar katoda buruk (yang pengolahan yang mahal dan sulit). Negara-negara berkembang menjadi yard dump besar e-waste karena hukum mereka lemah.

Para penentang ekspor elektronik berpendapat bahwa standar lingkungan dan tenaga kerja yang lebih rendah, buruh murah, dan tingginya nilai relatif bahan baku menyebabkan transfer kegiatan yang menghasilkan polusi, seperti membakar kawat tembaga di Cina, Malaysia, India, Kenya, dan berbagai negara Afrika. Limbah elektronik yang dikirim ke negara-negara untuk pengolahan, kadang-kadang dilakukan secara ilegal. Banyak laptop dialihkan ke negara berkembang sebagai "pembuangan akhir" Karena Amerika Serikat belum meratifikasi Konvensi Basel Ban Amendment dan tidak memiliki hukum nasional untuk melarang ekspor limbah beracun, Basel Action Network memperkirakan bahwa sekitar 80% dari limbah elektronik diarahkan untuk didaur ulang di AS tidak mendapatkan daur ulang sama sekali, tetapi diletakkan di kapal kontainer dan dikirim ke negara-negara seperti China. Angka ini diperdebatkan oleh EPA, Institute for Scrap Recycling Industri, dan World Reuse, Repair and Recycling Association.

Guiyu di wilayah Shantou China, Delhi dan Bangalore di India serta situs Agbogbloshie dekat Accra, Ghana memiliki area pengolahan limbah elektronik yang tidak terkendali. Pembakar, Pembongkaran, dan pembuangan dapat menyebabkan berbagai masalah lingkungan seperti pencemaran air tanah, polusi atmosfer, atau bahkan pencemaran air baik oleh debit langsung atau karena limpasan permukaan (terutama di dekat daerah pesisir), serta masalah kesehatan termasuk keselamatan dan efek kesehatan antara mereka yang langsung terlibat, karena metode pengolahan limbah. Ribuan pria, wanita, dan anak-anak bekerja dengan teknologi daur ulang primitif, mereka mengeluarkan logam, toner, dan plastik dari komputer dan limbah elektronik lainnya. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa 7 dari 10 anak di daerah ini memiliki terlalu banyak timbal dalam darah mereka.

Pada bulan Juni 2008,kontainer limbah elektronik dari Pelabuhan Oakland Amerika Serikat tujuan Sanshui Distrik di Cina daratan, dicegat di Hong Kong oleh Greenpeace. Keprihatinan atas ekspor limbah elektronik menjadi topik utama pers di India, Ghana, Pantai Gading, dan Nigeria.
Bahan berbahaya dalam limbah elektronik :
Amerisium: alarm asap (sumber radioaktif).
Mercury: tabung neon , tilt switch (pinball game, bel pintu mekanis, termostat).
Sulphur: baterai timbal-asam.
PCB: sebelum melarang, hampir semua peralatan tahun 1930-an 1970-an, termasuk kapasitor, transformer, isolasi kabel, cat, tinta, dan sealant fleksibel.
Cadmium: Resistor peka cahaya, paduan tahan korosi untuk lingkungan laut dan penerbangan, baterai nikel-kadmium.
Lead: solder, CRT monitor kaca, timbal-asam baterai, beberapa formulasi PVC A 15-inch khas tabung sinar katoda mungkin berisi £ 1,5 timbal, tetapi CRT lainnya telah diperkirakan memiliki sampai dengan. 8 £ timbal.
Berilium oksida: heatsink untuk CPU dan transistor daya, [29] magnetron, windows keramik X-ray-transparan, sirip perpindahan panas dalam tabung vakum, dan laser gas.
Polivinil klorida Ketiga plastik yang paling banyak diproduksi, mengandung bahan kimia tambahan untuk mengubah konsistensi kimia produk(aditif).

Bahan yang didaur ulang (Umumnya tidak berbahaya):
Timah: solder, lapisan pada komponen memimpin.
Tembaga: kawat tembaga, dicetak trek papan sirkuit, komponen memimpin.
Aluminium: hampir semua barang-barang elektronik menggunakan lebih dari beberapa watt daya (heatsink), kapasitor elektrolit.
Besi: baja chassis, kasus, dan bahan-bahan perlengkapan.
Germanium: transistorized elektronik (transistor junction bipolar) 1950-1960.
Silicon: kaca, transistor, IC, papan sirkuit tercetak.
Nikel: nikel-kadmium baterai.
Lithium: baterai lithium-ion.
Seng: plating untuk bagian-bagian baja.
Emas: plating konektor, terutama dalam peralatan komputer.

Hari ini usaha daur ulang limbah elektronik di seluruh wilayah di dunia mengembangkan usaha besar dan konsolidasi cepat. sistem pengolahan limbah elektronik telah matang dalam beberapa tahun terakhir, setelah meningkat peraturan, publik, dan pengawasan komersial, dan peningkatan yang sepadan dalam bunga kewirausahaan. Bagian dari evolusi ini telah melibatkan pengalihan lebih besar limbah elektronik dari proses downcycling energi-intensif (misalnya, daur ulang konvensional), di mana mesin dikembalikan ke bentuk bahan baku. pengalihan Hal ini dicapai melalui penggunaan kembali dan perbaikan. Manfaat lingkungan dan sosial kembali membaik dengan berkurangnya permintaan untuk produk baru dan bahan baku perawan.

Daur ulang bahan baku dari limbah elektronik dengan metode pengolahan yang baik adalah solusi yang paling efektif untuk masalah e-waste yang berkembang. Sebagian besar perangkat elektronik mengandung berbagai bahan, termasuk logam yang dapat dipulihkan untuk penggunaan masa depan. Dengan pembongkaran dan memberikan kemungkinan penggunaan kembali, sumber daya alam utuh dilestarikan dan udara dan polusi air yang disebabkan oleh pembuangan berbahaya dihindari. Selain itu, daur ulang akan mengurangi jumlah emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh pembuatan produk baru. Ini hal baik yang masuk akal dan efisien untuk mendaur ulang dan melakukan bagian kita untuk menjaga lingkungan hijau.

sumber : http://peluangusaha31.blogspot.com/2012/08/bisnis-daur-ulang-sampah-elektronik.html